Laman

12 Juni 2009

Suku Arab-Indonesia

Suku Arab-Indonesia adalah penduduk Indonesia yang memiliki keturunan etnis Arab dan etnis pribumi Indonesia. Pada mulanya mereka umumnya tinggal di perkampungan Arab yang tersebar di berbagai kota di Indonesia -- misalnya di Jakarta (Pekojan), Bogor (Empang), Surakarta (Pasar Kliwon), Surabaya (Ampel), Gresik (Gapura), Malang (Jagalan), Cirebon (Kauman), Mojokerto (Kauman), Yogyakarta (Kauman) dan Probolinggo (Diponegoro),dan Bondowoso -- serta masih banyak lagi yang tersebar di kota-kota seperti Palembang, Banda Aceh, Sigli, Medan, Banjarmasin (Kampung Arab), Makasar, Gorontalo, Ambon, Mataram, Kupang, Papua dan bahkan di Timor Timur. Pada zaman penjajahan Belanda, mereka dianggap sebagai bangsa Timur Asing bersama dengan suku Tionghoa-Indonesia dan suku India-Indonesia, tapi seperti kaum etnis Tionghoa dan India, tidaklah sedikit yang berjuang membantu kemerdekaan Indonesia.

Sejarah kedatangan

Setelah terjadinya perpecahan besar diantara umat Islam yang menyebabkan terbunuhnya khalifah keempat Ali bin Abi Thalib, mulailah terjadi perpindahan (hijrah) besar-besaran dari kaum keturunannya ke berbagai penjuru dunia. Ketika Imam Ahmad Al-Muhajir hijrah dari Irak ke daerah Hadramaut di Yaman kira-kira seribu tahun yang lalu, keturunan Ali bin Abi Thalib ini membawa serta 70 orang keluarga dan pengikutnya.

Sejak itu berkembanglah keturunannya hingga menjadi kabilah terbesar di Hadramaut, dan dari kota Hadramaut inilah asal-mula utama dari berbagai koloni Arab yang menetap dan bercampur menjadi warganegara di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya. Selain di Indonesia, warga Hadramaut ini juga banyak terdapat di Oman, India, Pakistan, Filipina Selatan, Malaysia, dan Singapura.

Terdapat pula warga keturunan Arab yang berasal dari negara-negara Timur Tengah dan Afrika lainnya di Indonesia, misalnya dari Mesir, Arab Saudi, Sudan atau Maroko; akan tetapi jumlahnya lebih sedikit daripada mereka yang berasal dari Hadramaut.

Perkembangan di Indonesia

Kedatangan koloni Arab dari Hadramaut ke Indonesia diperkirakan terjadi sejak abad pertengahan (abad ke-13), dan hampir semuanya adalah pria. Tujuan awal kedatangan mereka adalah untuk berdagang sekaligus berdakwah, dan kemudian berangsur-angsur mulai menetap dan berkeluarga dengan masyarakat setempat. Berdasarkan taksiran pada 1366 H (atau sekitar 57 tahun lalu), jumlah mereka tidak kurang dari 70 ribu jiwa. Ini terdiri dari kurang lebih 200 marga.

Marga-marga ini hingga sekarang mempunyai pemimpin turun-temurun yang bergelar "munsib". Para munsib tinggal di lingkungan keluarga yang paling besar atau di tempat tinggal asal keluarganya. Semua munsib diakui sebagai pemimpin oleh suku-suku yang berdiam di sekitar mereka. Di samping itu, mereka juga dipandang sebagai penguasa daerah tempat tinggal mereka. Di antara munsib yang paling menonjol adalah munsib Alatas, munsib Binsechbubakar serta munsib Al Bawazier.

Saat ini diperkirakan jumlah keturunan Arab Hadramaut di Indonesia lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah mereka yang ada di tempat leluhurnya sendiri. Penduduk Hadramaut sendiri hanya sekitar 1,8 juta jiwa. Bahkan sejumlah marga yang di Hadramaut sendiri sudah punah - seperti Basyeiban dan Haneman - di Indonesia jumlahnya masih cukup banyak.

Keturunan Arab Hadramaut di Indonesia, seperti negara asalnya Yaman, terdiri 2 kelompok besar yaitu kelompok Alawi (Sayyidi) keturunan Rasul SAW (terutama melalui jalur Husain bin Ali) dan kelompok Qabili, yaitu kelompok diluar kaum Sayyid. Di Indonesia, terkadang ada yang membedakan antara kelompok Sayyidi yang umumnya pengikut organisasi Jamiat al-Kheir, dengan kelompok Syekh (Masyaikh) yang biasa pula disebut "Irsyadi" atau pengikut organisasi al-Irsyad.

Tokoh-tokoh dan peranan

Di Indonesia, sejak zaman dahulu telah banyak di antara keturunan Arab Hadramaut yang menjadi pejuang-pejuang, alim-ulama dan da'i-da'i terkemuka. Banyak di antara para Walisongo adalah keturunan Arab, dan diduga kuat merupakan keturunan kaum Sayyid Hadramaut (Van Den Berg, 1886) atau merupakan murid dari wali-wali keturunan Arab. Kaum Sayyid Hadramaut yang datang sekitar abad 15 dan sebelumnya (Walisongo, kerabat dan ayahanda dan datuk mereka) mempunyai perbedaan fundamental dengan kaum Sayyid Hadramaut yang datang pada gelombang berikutnya (abad 18 dan sesudahnya).

Yang mana kaum Sayyid Hadramaut pendahulu, seperti dilansir Van Den Berg, banyak berasimilasi dengan penduduk asli terutama keluarga kerajaan-kerajaan Hindu dalam rangka mempercepat penyebaran agama Islam, sehingga keturunan mereka sudah hampir tak bisa dikenali. Sedangkan yang datang abad 18 dan sesudahnya banyak membatasi pernikahan dengan penduduk asli dan sudah datang dengan marga-marga yang terbentuk belakangan (abad 16-17) hingga saat ini sangat mudah dikenali dalam bentuk fisik tubuh dan nama.

Sampai saat ini, peranan warga Arab-Indonesia dalam dunia keagamaan Islam masih dapat terasakan. Mereka -- terutama yang merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW -- mendapat berbagai panggilan (gelar) penghormatan, seperti Syekh, Sayyid, Syarif (di beberapa daerah di Indonesia menjadi kata Apip, Wan atau Habib dari masyarakat Indonesia lainnya.

Di samping tokoh-tokoh agama, banyak pejabat negara dan tokoh terkenal Indonesia masa kini yang leluhurnya berasal dari Hadramaut. Nama-nama mereka antara lain:


Ritual ziarah

Di Hadramaut, banyak pemimpin agama yang makamnya diziarahi. Demikian banyaknya jumlah mereka, hingga bila ada seseorang dari Jakarta yang tinggal selama 40 hari di Hadramaut, belum tentu dapat menjangkau seluruh tempat ziarah yang ada.

Tempat ziarah yang paling terkenal adalah "Qabr Hud", yang menurut kepercayaan orang Hadramaut adalah makam nenek moyang mereka, Nabi Allah Hud AS. Qabr Hud terletak di sebuah lembah, dan terdapat sebuah masjid berdekatan dengannya. Setiap tanggal 11 Sya'ban tahun Hijriah, tempat ini banyak didatangi para penziah. Mereka bukan saja berasal dari Hadramaut, melainkan juga dari berbagai negara yang 'memiliki' banyak keturunan Hadramaut. Mereka biasanya tinggal di gedung-gedung bertingkat tiga yang hanya digunakan pada saat acara ziarah. Pada hari itu juga ada pasar raya, yang suasananya kira-kira seperti upacara Sekaten di Yogyakarta.

Menurut tradisi, untuk ziarah ini para peziarah sebaiknya mandi terlebih dahulu atau minimal berwudhu di telaga Hud; yang terletak di bawah makam Nabi Hud. Selama tiga hari, kepemimpinan ziarah di Qabr Hud dilakukan secara berganti-ganti. Hari pertama dipimpin munsib Alhabsji, hari kedua oleh munsib Shahabuddin, dan terakhir yang paling meriah dipimpin oleh munsib Binsechbubakar. Begitu meriahnya akhir ziarah ini, hingga peluru-peluru dihamburkan ke udara. Upacara itu dilakukan oleh para pengawal BinSechbubakar, yang dikenal berpengaruh di Hadramaut.

Kerajaan Arab-Indonesia

Keturunan Arab di Indonesia juga mendirikan beberapa kerajaan Islam seperti :


Nama-nama marga

Nama-nama marga/keluarga keturunan Arab Hadramaut dan Arab lainnya yang terdapat di Indonesia, antara lain adalah:

  • Abud (Qabil) - AbdulAzis (Qabil) - Addibani (Qabil) - Afiff (Qabil)- Alatas (Sayyid) - Alaydrus (Sayyid) - Albar (Sayyid) - AlBathathi (Qabil) - Algadrie (Sayyid)- Alhadjri (Qabil) - Alhabsyi (Sayyid) - AlHamid (Sayyid) - AlHaddar (Sayyid) - AlHaddad (Sayyid) - AlHinduan (Sayyid) - AlJufri (Sayyid) - Alkatiri (Qabil) - AlMasyhur (Sayyid) - AlMuhdar (Sayyid) - Assegaff (Sayyid) - Attamimi - AlMuhazir
  • Ba'asyir (Qabil) - Baaqil (Sayyid) - Bachrak (Qabil) - Badjubier (Qabil) - Bafadhal - Bahasuan (Qabil) - Baraja (Syekh) - Basyaib (Qabil) - Basyeiban (Sayyid) - Baswedan (Qabil) - Baridwan - Bawazier (Sayyid) - BinSyechAbubakar (Sayyid)
  • Haneman - Hatrash
  • Jamalullail (Sayyid)
  • Bin Zagr (Qabil)
  • Maula Dawileh (Sayyid) - Maula Heleh/Maula Helah (Sayyid) - Martak (Qabil)
  • Nahdi (Qabil)
  • Shahab (Sayyid) - Shihab (Sayyid) - Sungkar (Qabil)
  • Thalib
  • Bahafdullah (Qabil)
Lihat pula: Marga Arab Hadramaut untuk nama-nama marga lainnya

Trivia

  • Yang Dipertuan Agung Malaysia 2001-2006 Tuanku Syed Sirajuddin adalah juga tokoh dari marga Jamalullail, yang leluhurnya berasal dari Hadramaut. Demikian pula dengan Menteri Luar Negeri, Malaysia, Syed Hamid Albar.
  • Mantan Perdana Menteri Timor Leste dan tokoh sentral partai Fretilin, Mari Alkatiri, adalah juga keturunan Hadramaut.
  • Di Arab Saudi, banyak keturunan Arab Hadramaut yang menjadi pengusaha-pengusaha sukses, seperti marga-marga Bin Laden (keluarga Osama Bin Laden), Bin zagr, Bin Mahfud, Bawazier dan Nahdi.
  • Di antara marga-marga Hadramaut dari keturunan Sayyid yang pertama-tama ke Indonesia adalah dari keluarga Basyaiban, yaitu Sayyid Abdul Rahman bin Abu Hafs Umar BaSyaiban BaAlawi pada abad ke-17 Masehi. Ia menikah dengan puteri Sunan Gunung Jati, Syarifah Khadijah. Pernikahan ini akhirnya menurunkan banyak kyai di Indonesia. Abu Hafs Sayyid Umar adalah guru dari Syaikh Nuruddin Ar-Raniri, penasihat utama Sultan Iskandar Thani dari Aceh.
Sumber : Wikipedia Bahasa Indonesia

07 Juni 2009

Din-i-Ilahi: Pemikiran Politik Keagamaan Sultan Akbar The Great

Oleh: Khy's Dihya Ghulam


PENDAHULUAN
Membicarakan India pada masa kejayaan Islam tak lepas dari sejarah dinasti Mughal (1526-1720). Begitu pula membicarakan dinasti Mughal tak lepas dari masa kejayaannya pada masa Sultan Akbar (1560-1605). Pada masa kekuasaan Akbar, India terdiri dari beberapa kelompok agama. Hindu sebagai mayoritas penduduk India, Islam dengan setengah bagian Sunni dan lainnya Shi’i. Selain itu juga ada Sikh, Jain, Kristen, serta Zoroaster/ Parsee.1 Dalam masa inilah muncul gagasan dari Akbar yang selalu dibicarakan dalam sejarah Islam, terutama dalam kawasan India. Din-i-Ilahi,2 istilah yang digunakan mayoritas ahli sejarah adalah produk pemikiran Akbar yang ditentang oleh sebagian kelompok umat Islam waktu itu.
Dalam makalah ini penulis tertarik untuk mencoba membahas sedikit seluk beluk Din-i-Ilahi, meski dengan minimnya referensi yang ada.

PEMBAHASAN
A.Sekilas tentang Akbar
Abd al-Fath Jalāl al-Dīn Muhammad Akbar dilahirkan Hamida Banu Begum di rumah Rana Virsal di Amarkot (Distrik Thar dan Parkar di Sindh) pada tanggal 15 Oktober 1542, ketika ayahnya Humayun (Sultan Mughal II) melakukan ekspedisi melawan Thatta dan Bhakkar. 8 Desember kemudian, Akbar dibawa lari Hamida ke kota Jun, tempat kemah Humayun, 75 Mil dari Amarkot dikarenakan bawahan Humayun bertengkar dengan Rana Virsal. Beberapa bulan kemudian ditengah perjalanan ke Persia untuk meminta bantuan, Humayun diserang oleh saudaranya, Askari. Merasa tak siapa menerima kedatangan saudaranya, Humayun melarikan diri beserta isterinya dan meninggalkan Akbar. Akbar yang berusia 1 tahun itu kemudian dibawa Askari ke Kandahar.
Di Persia Humayun meminta bantuan Shah, yang kemudian menyerang dan menguasai Kandahar dari genggaman Askari pada bulan September 1545. Pada tanggal 15 November, Humayun menguasai Kabul dari tangan Kamran, saudaranya. Kemudian Humayun mengirim utusan untuk mengambil Akbar dari Kandahar dan membawanya ke Kabul. Pertama kali melihat ibunya setelah sekian lama terpisah, Akbar yang berusia 3 tahun segera mengenal dan melompat ke pangkuannya. Bulan Maret 1546, Akbar pertama kali muncul di publik pada saat upacara khitan.
Pada Bulan November 1547, Akbar memulai masa pendidikannya pada umur 5 tahun. Dalam proses pendidikan, Akbar gagal diajarkan baca-tulis karena lebih tertarik pada olahraga dan hewan peliharaan, seperti unta, kuda, anjing serta merpati. Meski Akbar memiliki memori (ingatan) yang istimewa, ia tidak tertarik untuk belajar alfabet. Akbar lebih tertarik menjadi ksatria penunggang kuda, atau petarung lainnya. Sebagai seorang ayah, Humayun yang berlatar belakang akademis sering menasehati Akbar untuk belajar namun teguran tersebut tidak dihiraukan.3 Walau demikian, Akbar meniru sifat kakek dan ayahnya yang sangat suka mendengarkan orang-orang yang menuntut ilmu.4
Pada tanggal 27 Januari 1556 Humayun meninggal karena jatuh dari tangga perpustakaannya di Delhi. Mendengar berita kematian Humayun, Bairam Khan penjaga Akbar memproklamirkan Akbar yang berusia 14 tahun sebagai sultan Mughal pada 14 February 1556.
Pada masa kekuasaannya Akbar memperluas kekuasaan Mughal dari wilayahnya yang asal di Hindustan dan Punjab, Gujarat, Rajasthan, Bihar dan bengal. Ke arah Utara, Akbar merebut Kabul, Kashmir, Sind, dan Baluchistan. Deccan direbut pada tahun 1600.5
Akbar jatuh sakit pada tanggal 3 Oktober 1605 dan bertambah parah disebabkan perselisihan putra Akbar, Salim dan anak Salim, Khusrav yang akhirnya memecah menjadi 2 kubu. 21 Oktober, ketika kondisinya semakin parah Akbar menunjuk Salim sebagai penggantinya dan tengah malam tanggal 25-26 Oktober 1605 Akbar mangkat dan dimakamkan secara islami di Sikandra, lima mil dari Agra.6
B.Latar belakang timbulnya Din-Ilahi
Sebagaimana diketahui, Akbar dilahirkan di lingkungan yang cukup liberal. Ayahnya seorang Sunni, ibunya seorang Persia yang Shi’i, pertama kali menghirup nafasnya, ia berada di rumah seorang pemimpin Hindu. Begitu juga dengan penjaganya, Bairam Khan yang kemudian menjadi perdana menteri pada awal Akbar menjadi sultan, adalah seorang Shi’i, serta salah satu pendidiknya, Abd al-Latif yang mengajarkan Sulh-i-kull (Perdamaian Universal) yang tidak pernah dilupakan Akbar.7
Tak lama setelah Bairam Khan mangkat, beberapa kebijakan ia keluarkan, misalnya penghapusan praktek memperbudak tawan perang serta pemaksaan agama Islam pada mereka, penghapusan pajak masuk ke candi-candi di seluruh daerah kekuasaan Mughal bagi kaum Hindu, serta penghapusan jizyah bagi seluruh non-muslim. Selain itu pada tahun 1575 Akbar mendirikan Ibadat Khana (rumah sembayang) di Fatihpur Sikr. Tempat ini digunakan untuk diskusi keagamaan yang diadakan secara teratur setiap malam Jum’ah dan awalnya tempat ini khusus bagi kaum Islam.8
Saat pertama kali diskusi digelar, terjadi pertengkaran antara pemimpin Sunni, Abd Allah Sultanpur yang bergelar Makhdum-ul Mulk dengan Shaykh Abd al-Nabi, kepala Sadr.9 Peristiwa tersebut menyebabkan Akbar mulai kecewa serta hilang kepercayaannya pada keduanya. Hal ini sampai pada titik klimaksnya (1577) ketika Abd al-Nabi menjatuhkan hukuman mati pada seorang Brahman. Brahman tersebut terdakwa dalam kasus penghinaan Nabi Muhammad saw ketika akan mengambil secara paksa bahan material untuk pembangunan masjid dan menggunakannya untuk membangun candi. Keputusan Abd al-Nabi tersebut menimbulkan protes umum, termasuk juga kalangan istana seperti Abu al-Fadl.10
Akbar yang disusahkan atas kejadian tersebut menceritakan pada Shaykh Mubarak, ayah Abu al-Fadl. Mubarak menjelaskan menurut undang-undang Islam, jika ada pertikaian pendapat antara ahli hukum, maka kepala pemerintahan Islam mempunyai otoritas dan berhak memilih salah satu pendapat. Dari sinilah kemudian disusun sebuah dokumen yang menjelaskan bahwa Akbar mempunyai hak otoritas untuk memilih satu pendapat yang menguntungkan bangsa, jikalau terjadi perselisihan. Selain itu Akbar juga berhak mengeluarkan perintah baru, yang tidak hanya sesuai dengan al-Qur’an, tapi juga menguntungkan bangsa. Dokumen tersebut kemudian ditandatangani oleh ulama-ulama terkemuka dan ahli hukum pada bulan Rajab 987 (Agustus-September 1579).11 Berbekal dokumen tersebut, Akbar kemudian membuka Ibadat Khana tidak hanya untuk kaum Islam, namun seluruh agama yang ada di India. Dengan ikut sertanya non-muslim dalam diskusi agama di Ibadat Khana, maka terjadilah pemberontakan di Jaunpur (1579). Tak lama setelah pemberontakan tersebut dikalahkan, Akbar menyatakan gagasan Din-i-Ilahi atau Tawhid Ilahi (1582).12
Segera setelah diumumkan, Din-i-Ilahi berkembang pesat terutama pada petinggi-petinggi dinasti Mughal.13 Ide ini disebarkan dengan tanpa memaksakan kepada siapa pun. Meski demikian tetap saja bagi kalangan ortodoks Sunni ide-ide tersebut berlawanan dengan pemikiran mereka sehingga timbul pemberontakan-pemberontakan, misalnya di Kabul dsb. Namun pada akhirnya pemberontakan-pemberontakan tersebut berhasil dikendalikan oleh Akbar.14
Sebagaimana diketahui bahwa ide Din-i-Ilahi berpusat kepada pengaruh Akbar, sehingga dengan meninggalnya Akbar maka berakhir pula Din-i-Ilahi. Akbar tidak mengangkat orang-orang yang meneruskan dan mempropagandakan gagasannya. Hal ini diperparah Jahangir, putranya yang tidak melanjutkan Din-i-Ilahi, ia hanya mempertahankan proses sijdah ketika menghadap sultan di istana. Hal ini dikarenakan ia lebih cenderung ke Sunni ortodoks. Lepas dari itu, ia juga tidak memiliki rasa toleransi pada agama-agama lain, sehingga sering terjadi penghancuran candi-candi.15
C.Din-i-Ilahi
Melihat kondisi masyarakat India waktu itu, merupakan sebuah masalah serius bagi seluruh penguasa India bagaimana menemukan basis kesetiaan seluruh kelas yang ada hanya kepada kerajaan. Dalam hal ini Akbar mengetahui dengan pasti tidak dapat memaksakan pemeluk Hindu, misalnya ke agama Islam, begitu pula sebaliknya. Demikian juga memaksakan mereka semua ke sebuah agama yang baru bukanlah sesuatu yang menguntungkan kerajaan. Untuk itulah Akbar mendirikan Din-i-Ilahi, sebuah ideologi pengkultusan sultan (cult of the monarch).16
Dalam Din-i-Ilahi, Akbar mengadopsi ide-ide dari beberapa aliran agama yang ada. Akbar menempatkan dirinya sebagai seorang manusia diatas rata-rata, yang lebih baik dari pemimpin-pemimpin keagamaan waktu itu. Untuk penjelasan akan kebesarannya, Akbar meminjam ide illuminasi dari Shihāb al-Dīn Suhrawardi al-Maqtūl. Disana dijelaskan bahwa seluruh kehidupan yang ada menerima illuminasi tak teratur dari Cahaya diatas cahaya dari Timur atau Tuhan. Setiap manusia mempunyai percikan ketuhanan (divine spark), namun hanya orang yang telah melalui tiga tahap17 yang benar-benar teosufi atau pemimpin zaman, atau yang biasa disebut raja-filosof. Dalam hal ini Akbar, termasuk salah satu dari mereka.18 Selain itu, beberapa aturan Din-i-Ilahi juga diadopsi dari beberapa aliran agama yang ada. Misalnya sijdah yang diambil dari model penyerahan diri murid kepada murshid dari tarikat Chistiyah.19 Begitu juga pantangan makan daging, waktu pengangkatan anggota, dsb. Berikut ini adalah beberapa pokok ajaran Din-i-Ilahi:
1.Cara menjadi pengikut Din-i-Ilahi
Akbar menerima para kandidat pada hari Ahad, ketika matahari bersinar tepat tengah hari. Pertama kali seorang kandidat diperkenalkan Abu al-Fadl, sebagai ulama tertinggi. Kemudian kandidat dengan turban (serban) di tangannya, meletakkan kepalanya di kaki Akbar (sijdah). Akbar kemudian membangunkan kandidat tersebut kemudian meletakkan turban tersebut kembali ke atas kepalanya. Setelah itu Akbar memberikan shast (cincin/ gambar Akbar) yang bertuliskan Nama Tuhan serta kalimat Allah Akbar.
2.Diantara aturan Din-i-Ilahi
a)Para anggota Din-i-Ilahi, ketika berjumpa dengan sesama anggotanya harus mengucapkan Allah Akbar20, dan sebagai jawabnya ialah Jalla Jallaluh. Motif Akbar menetapkan bentuk salam ini adalah untuk mengingatkan manusia agar mereka memikirkan asal kejadiannya, dan menjaga ketuhanan tetap hidup dan selalu diingat.
b)Sebagai ganti dari makanan yang biasa diberikan untuk memperingati seseorang yang telah meninggal, masing-masing anggota harus mempersiapkan makanan selama masa hidupnya. Dengan demikian dia mengumpulkan persiapan untuk perjalanannya yang terakhir.
c)Setiap anggota harus mengadakan pesta pada hari ulang tahunnya dan memberikan sedekah. Dengan demikian ia mempersiapkan bekal untuk perjalanan yang panjang.
d)Setiap anggota harus berusaha tidak memakan daging. Mereka boleh membiarkan orang lain memakan daging tanpa dia sendiri menyentuhnya. Selama bulan kelahirannya mereka tidak boleh mendekati daging. Mereka tidak boleh menggunakan tempat yang sama yang pernah dipakai oleh tukang daging, penangkap ikan serta penangkap burung.
e)Setiap anggota tidak boleh menikahi wanita tua dan gadis-gadis belum akil baligh.
f)Setiap anggota diharapkan untuk mengorbankan harta benda, kehidupan, kehormatan serta agamanya untuk pengabdian kepada sultan.21

PENUTUP

Din-i-Ilahi merupakan upaya Akbar untuk menyatukan berbagai macam agama yang ada di India agar setia kepada Akbar, sultan Mughal III. Dalam Din-i-Ilahi, Akbar mengadopsi beberapa pemikiran agama yang berkembang di India. Untuk menyatakan keagungan Akbar diatas rata-rata manusia, ia mengadopsi pemikiran illuminasi Suhrawardi. Dalam aturan-aturan Din-i-Ilahi, ia mengadopsi ajaran berbagai aliran keagamaan. Sijdah diadopsi dari tarikat Chistiyah, pantangan makan daging yang mungkin diadopsi dari Hindu, Jain, atau proses tahap pertama illuminasi. Larangan menggunakan wadah tukang daging, penangkap ikan, penangkap burung secara tidak langsung diambil dari ajaran Jain, begitu juga waktu pengangkatan anggota dipengaruhi dari ajaran Zoroaster, dsb.
Din-i-Ilahi ini memperoleh dukungan anggota dari petinggi-petinggi dinasti Mughal, meski pada akhirnya Din-i-Ilahi mengalami kegagalan dengan meninggalnya Akbar yang menjadi pusat Din-i-Ilahi. Wa Allāh a’lām

Yesus as Akan Kembali ke Dunia kita

Kembalinya Yesus Ke Bumi


Yesus (as) Tidak Meninggal

Satu kajian ayat-ayat tentang Yesus (as) dalam Al-Qur'an menunjukkan bahwa Yesus (as) tidaklah meninggal ataupun dibunuh, tetapi dia telah diangkat ke haribaan Allah. Hal ini sebagaimana diterangkan oleh ayat berikut:

Dan karena ucapan mereka, "Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Surat an-Nisaa': 157-158)

Dalam beberapa terjemahan bahasa Inggris, kita mengetahui bahwa beberapa ayat lain yang diterjemahkan memberikan kesan bahwa Yesus (as) wafat sebelum dia diangkat ke haribaan Allah. Ayat-ayat ini adalah sebagai berikut:

(Ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku... (Surah Ali Imran: 55)

Pada surat al-Maa'idah ayat 117, peristiwa tersebut diceritakan dengan perkataan Yesus (as) yang juga diterjemahkan seperti itu, seolah-olah menyiratkan arti yang sama bahwa dia telah wafat:

"Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu, 'Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu', dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu." (Surat al-Maa’idah: 117)

Meskipun demikian, makna bahasa Arab dari ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa Nabi Isa (as) tidak meninggal dalam arti yang kita pahami. Dalam bahasa Arab, kata yang diterjemahkan dalam ayat-ayat tersebut menjadi "meninggal" (to die) adalah kata "tawaffa" dan berasal dari kata "wafa – memenuhi/mengabulkan". Tawaffa tidak berarti "kematian" tetapi merupakan aksi "penarikan jiwa kembali", baik dalam keadaan tidur maupun meninggal. Juga dari Al-Qur'an, kita memahami bahwa "penarikan jiwa kembali" tidak serta merta bermakna kematian. Misalnya, dalam satu ayat di mana kata "tawaffa" digunakan, makna yang dimaksud bukanlah kematian seorang manusia, tetapi "penarikan jiwa dari tidurnya":

Dan Dialah yang menidurkan kamu (yatawaffakum) di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan. (Surat al-An’aam: 60)

Kata yang digunakan untuk "menarik kembali" dalam ayat ini adalah sama dengan kata yang digunakan dalam surat Ali Imran ayat 55. Dengan kata lain, dalam kedua ayat tersebut, kata "tawaffa" digunakan dan maknanya jelas bahwa seseorang tidak mati dalam kondisi tidurnya. Karena itu, apa yang dimaksudkan di sini adalah "menarik jiwa kembali". Makna yang sama juga berlaku pada ayat berikut:

Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. (Surat az-Zumar: 42)

Sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat ini, Allah menarik jiwa orang yang sedang tidur, namun Dia mengirim kembali jiwa-jiwa tersebut kepada mereka yang waktu kematiannya belum ditentukan. Dalam konteks ini, dalam tidurnya, seseorang tidaklah wafat dalam arti kematian. Hanya untuk periode yang temporal, jiwa meninggalkan tubuh dan tetap pada dimensi yang lain. Ketika kita terbangun, jiwa pun kembali ke dalam tubuh. (Prof. Süleyman Ates, Yüce Kur’an’in Cagdas Tefsiri (The Contemporary Tafsir of the Holy Qur’an)

Imam al-Qurtubi menjelaskan bahwa ada tiga makna dalam istilah 'wafat': wafat kematian, wafat tidur, dan terakhir wafat diangkat kepada Allah, sebagaimana yang terjadi pada Nabi Isa (as). Kesimpulannya, kita dapat mengatakan bahwa Yesus (as) kemungkinan berada pada suatu tempat yang khusus, diangkat keharibaan Allah. Apa yang sebenarnya dia alami bukanlah kematian dalam arti yang biasa kita pahami, melainkan benar-benar merupakan suatu keberangkatan dari dimensi ini. Wallahu A'lam.

Yesus (as) Akan Kembali ke Bumi

Dari apa yang sejauh ini telah diterangkan, jelas bahwa Yesus (as) tidaklah meninggal, tetapi telah diangkat ke haribaan Allah. Meskipun demikian, ada satu poin lagi yang digarisbawahi oleh Al-Qur'an: Yesus (as) akan kembali ke bumi

.

(1) Surat Ali Imran ayat 55 adalah satu dari ayat-ayat yang mengindikasikan bahwa Yesus (as) akan kembali:

(Ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Aku-lah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang kamu selalu berselisih padanya. (Surat Ali Imran: 55)

Pernyataan dalam ayat, "...dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat..." adalah penting. Ini merujuk kepada sekelompok orang yang secara teguh mengikuti Yesus (as) dan yang akan berada di atas orang-orang kafir sampai hari kiamat. Sekarang, siapakah orang-orang yang taat ini? Apakah mereka para murid (pengikut) Yesus (as) ataukah mereka adalah umat Nasrani yang ada pada saat ini?

Selama hidupnya, jumlah para pengikut Yesus (as) sangatlah sedikit. Setelah beliau tiada, esensi ajaran agamanya merosot secara drastis. Selain itu, orang-orang yang dikenal sebagai para murid Yesus (as) menghadapi tekanan yang sangat serius selama hidup. Selama dua abad berlalu, tanpa memiliki kekuatan politik, umat Nasrani yang masih mempunyai keimanan kepada Yesus (as) juga tertindas. Dalam hal ini, tidaklah mungkin bila dikatakan bahwa umat Nasrani terdahulu atau para pengikutnya selama periode tersebut secara fisik merupakan penguasa bagi orang-orang kafir di dunia. Kita secara logis mungkin berpikir bahwa ayat ini tidak dimaksudkan kepada mereka.

Sebaliknya, kita memperhatikan umat Nasrani kini, kita melihat bahwa esensi ajaran Nasrani telah mengalami banyak perubahan dan berbeda dengan ajaran Yesus (as) yang disampaikan kepada umat manusia pada saat itu. Umat Nasrani mengalami keyakinan yang menyimpang, yaitu bahwa Yesus (as) adalah anak Tuhan dan sama dengan diyakininya doktrin trinitas (Bapak, Anak, dan Roh Kudus). Dalam hal ini, tidaklah benar untuk menerima umat Nasrani kini sebagai para pengikut Yesus (as) yang taat. Dalam berbagai ayat dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan bahwa mereka yang memiliki keyakinan kepada trinitas adalah termasuk orang-orang kafir:

Sesungguhnya, kafirlah orang-orang yang mengatakan, "Bahwasannya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa.... (Surat al-Maa’idah: 73)

Dalam hal ini, komentar terhadap ayat, "...dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat" adalah sebagai berikut: pertama, disebutkan bahwa mereka ini adalah umat Islam yang benar-benar para pengikut sejati ajaran Yesus (Isa) (as) yang otentik; kedua, dikatakan bahwa mereka ini adalah umat Nasrani, baik yang menyembah berhala maupun tidak, dan yang diketahui mempunyai posisi dominan secara jumlah di dunia dewasa ini. Meskipun demikian, kelompok yang pertama dan kedua akan disatukan pada saat kedatangan Yesus (as) karena dia akan menghapuskan "Jizyah". Artinya, dia tidak akan menerima umat Nasrani dan Yahudi yang memeluk agama selain agama Islam, dan kemudian dia akan mempersatukan seluruh umat yang beriman sebagai umat Islam. Nabi dan Rasul Allah terakhir, Muhammad (saw) juga telah memberikan kabar gembira akan kembalinya Yesus (as). Para ahli hadist (yang meriwayatkan sabda dan hadist Rasulullah (saw)) mengatakan bahwa ada satu hadist yang membahas masalah ini, di mana Rasulullah (saw) mengatakan bahwa Nabi Isa (as) akan turun sebagai pemimpin di antara umat manusia sebelum hari kiamat. Hadist ini sampai pada derajat mutawatir. Hal itu berarti hadist tersebut diriwayatkan oleh banyak orang dari setiap generasi para sahabat yang tidak mungkin diragukan lagi otentisitasnya. Seperti:

Abu Hurairah (ra) meriwayatkan bahwa Rasulullah (saw) bersabda, "Demi Zat Yang jiwaku berada di tangan-Nya, putra Maryam benar-benar akan segera turun ke tengah-ketengah kamu sebagai hakim yang adil. Dia akan menghancurkan salib, akan membunuh babi, dan akan menghapuskan jizyah. Harta saat itu akan melimpah sehingga tidak ada seorang pun yang akan menerimanya. Sehingga sujud satu kali saja kala itu jauh lebih baik dari dunia dan isinya". (HR Bukhari) Jabir bin Abdullah berkata, "Saya mendengarkan Rasulullah bersabda, 'Umatku tidak akan berhenti berperang untuk membela yang benar hingga datang hari kiamat'. Rasulullah lalu bersabda, 'Kemudian, turunlah Isa bin Maryam dan pemimpin mereka berkata, 'Ke sinilah dan pimpinlah kami dalam sembahyang', namun dia akan berkata, 'Tidak! Sebab sebagian kalian adalah pemimpin untuk sebagian yang lain, sebagai penghormatan Allah terhadap umat ini'" (HR Muslim) Abu Hurairah (ra) meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, "Tidak ada seorang nabi pun antara saya dan Isa. Sesungguhnya, dia akan turun ke bumi. Maka jika kalian melihatnya, kenalilah dia. Dia adalah seorang laki-laki dengan ukuran sedang, berkulit putih kemerah-merahan. Dia memakai dua baju kuning terang. Kepalanya seakan-akan ada air yang mengalir walaupun sebenarnya ia tidak basah. Dia akan berperang melawan manusia untuk membela Islam. Dia akan menghancurkan salib, membunuh babi, menghapuskan jizyah. Allah akan menghapuskan semua agama di zamannya kecuali Islam. Isa akan menghancurkan Dajjal dan dia akan hidup di bumi selama empat puluh tahun dan kemudian dia meninggal. Kaum muslimin akan menyembahyangkan jenazahnya". (Abu Dawud)

(2) Di awal bab ini, kita telah menganalisis ayat 157-158 dari surat an-Nisaa'. Setelah kedua ayat tadi, Allah berfirman dalam surat an-Nisaa' ayat 159:

Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti, Isa itu akan menjadi saksi atas diri mereka. (Surat an-Nisaa': 159)

Pernyataan di atas bahwa "kecuali akan beriman kepadanya sebelum kematiannya"adalah sangat penting untuk kita jelaskan. Beberapa orang ulama menyatakan bahwa kata "nya" dalam ayat ini digunakan pada Al-Qur'an dan kemudian menyebabkan interpetasi-interpetasi sebagai berikut: Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab yang akan beriman kepada Al-Qur'an sebelum dia (seseorang dari Ahli Kitab) wafat. Selain itu, dalam ayat 157 dan 158, dua ayat terdahulu, "nya" yang sama tanpa diragukan lagi merujuk kepada Yesus (as).

Surat an-Nisaa' 157:

Dan karena ucapan mereka, "Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti prasangka belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa.

Surat an-Nisaa' 158:

Tetapi (yang sebenarnya) Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.

Selain ayat-ayat yang terdapat dalam surat an-Nisaa' ini, tidak ada bukti lain yang menunjukkan bahwa "nya" yang dimaksudkan di sini adalah seseorang selain Yesus (as).

Surat an-Nisaa' 159:

Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti, Isa itu akan menjadi saksi atas diri mereka. (Surat an-Nisaa': 159)

Dalam Al-Qur'an, Allah memberitahukan kepada kita bahwa pada hari kiamat, "pada hari (ketika) lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan" (Surat an-Nur: 24 dan Surat Yasiin: 65). Dari surat Fushshilat ayat 20-23, kita pahami bahwa pendengaran, penglihatan dan kulit akan memberi kesaksian atas kita. Tidak ada satu pun yang menyatakan bahwa "Al-Qur'an sebagai saksi". Jika kita menerima bahwa "nya" atau "ia" dalam kalimat pertama merujuk pada Al-Qur'an —meskipun secara kaidah bahasa dan logika, kita tidak mempunyai bukti apapun— seharusnya kita juga menerima bahwa "dia" dalam kalimat kedua juga merujuk pada Al-Qur'an. Untuk bisa menerima ayat ini, seharusnya ada satu ayat yang secara eksplisit meneguhkan pandangan ini. Akan tetapi, Ibnu al-Jauzi telah mengemukakan pandangan para ahli tafsir dalam karya-karyanya.

Ketika kita merujuk kepada Al-Qur'an, kita mengetahui bahwa saat kata ganti orang yang sama digunakan dalam Al-Qur'an, pada umumnya akan menyebutkan kata Al-Qur'an sebelum atau setelah ayat sebagaimana yang terdapat pada surat an-Naml ayat 77 dan surat asy-Syu'araa ayat 192-196. Ayat tersebut menyebutkan secara langsung bahwa Ahli Kitab akan beriman kepada Yesus (as) dan bahwa Yesus (as) akan menjadi saksi atas mereka.

Poin kedua adalah tentang interpetasi dari ungkapan "sebelum dia wafat". Beberapa orang berpendapat bahwa yang dimaksudkan di sini adalah "beriman kepada Yesus (as) sebelum kematian mereka sendiri". Menurut interpetasi ini, setiap orang dari Ahli Kitab pasti akan beriman sebelum dia menghadapi saat kematiannya. Akan tetapi, di masa Yesus (as), kaum Yahudi yang dipastikan sebagai Ahli Kitab bukan hanya tidak beriman kepada Yesus (as), melainkan berusaha membunuhnya. Dengan kata lain, tidaklah masuk akal untuk mengatakan bahwa umat Yahudi dan Nasrani yang hidup dan wafat di masa Nabi Yesus (as) beriman kepadanya.

Kesimpulannya, ketika kita membuat suatu evaluasi mendalam tentang ayat tadi, kita akan sampai pada kesimpulan; sebelum kematian Yesus (as), semua Ahli Kitab akan beriman kepadanya. (Tafsir of Omer Nasuhi Bilmen)

Dalam makna sebenarnya, ayat tersebut mengungkapkan fakta yang jelas, yaitu sebagai berikut:

Pertama, terbukti bahwa ayat tersebut merujuk kepada masa yang akan datang karena ada penyebutan kematian Yesus (as). Akan tetapi Yesus (as) belum wafat, tetapi dia diangkat ke haribaan Allah. Yesus (as) akan datang kembali ke bumi, dia akan hidup selama waktu yang telah ditentukan dan kemudia wafat. Ini adalah peristiwa yang belum terjadi, tetapi pasti akan terjadi di masa yang akan datang.

Sebagai konsekuensi dari ungkapan "sebelum dia wafat" adalah suatu rujukan kepada Yesus (as). Para Ahli Kitab akan melihatnya, mengenalinya dan mentaatinya selama dia hidup. Sementara itu, Yesus (as) akan memberikan kesaksian atas mereka pada hari kiamat. Wallahu 'alam.

(3) Akan kembalinya Yesus (as) ke bumi pada akhir zaman diterangkan dalam ayat lain pada surat za-Zukhruf ayat 61. Dimulai dari surat az-Zukhruf ayat 57, terdapat referensi tentang Yesus (as):

Maka tatkala putra Maryam (Isa) dijadikan perumpamaan tiba-tiba kaumnya (Quraisy) bersorak karenanya. Dan mereka berkata, "Manakah yang lebih baik tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)?" Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar. Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani Israel. Dan kalau Kami kehendaki benar-benar, Kami jadikan sebagai gantimu di muka bumi malaikat-malaikat yang turun-temurun. (Surat az-Zukhruf: 57-60)

Setelah ayat-ayat ini, Allah menyatakan bahwa Yesus (as) merupakan salah satu tanda akan datangnya hari kiamat.

Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. Karena itu, janganlah kamu ragu-ragu tentang hari kiamat itu dan ikutilah Aku. Inilah jalan yang lurus. (Surat az-Zukhruf: 61)

Ibnu al-Jauzi mengatakan bahwa arti pertama dari ayat ini adalah bahwa Yesus (as) merupakan salah satu tanda atau prasyarat akan datangnya hari kiamat. Kita bisa katakan bahwa ayat ini dengan jelas mengindikasikan bahwa Yesus (as) akan kembali ke bumi pada akhir zaman. Hal tersebut dikarenakan Yesus (as) telah hidup enam abad sebelum turunnya Al-Qur'an. Konsekuensinya, kita tidak dapat menginterpretasikan kedatangannya yang kali pertama sebagai tanda kiamat. Apa yang sebenarnya ingin diindikasikan oleh ayat ini adalah bahwa Yesus (as) akan kembali ke bumi pada akhir zaman, yang juga dapat dikatakan, selama periode akhir sebelum datangnya hari kiamat dan ini akan menjadi satu tanda terjadinya hari kiamat. Allah Yang Maha Mengetahui.

Bahasa Arab dari ayat,"Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat..."adalah "Wa innahu la ‘ilmun li’s-sa’ati…" Beberapa orang menginterpretasikan kata ganti "hu" (kata ganti untuk mudzakar) dalam ayat ini sebagai Al-Qur'an, namun ayat-ayat sebelumnya secara eksplisit mengindikasikan Yesus (as) sebagaimana disebutkan dalam ayat: "Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani Israel..." (Prof. Süleyman Ates, Yüce Kur’an’in Cagdas Tefsiri (The Contemporary Tafsir of the Holy Qur’an, vol. 6, hlm. 4281))

Dalam Shahih Muslim juga dinyatakan bahwa hadist yang menyatakan bahwa Yesus (as) akan turun ke tengah-tengah umat manusia pada akhir zaman telah sampai pada derajat mutawir, yaitu diriwayatkan oleh banyak orang di setiap generasi para sahabat yang tidak mungkin diragukan lagi keotentikannya, dan disebutkan sebagai salah satu tanda utama akan datangnya hari kiamat. (Sahih Muslim, 2/58)

Hudzaifah bin Usaid al-Ghiffari mengatakan, "Rasulullah tiba-tiba menghampiri kami ketika kami sedang sibuk membahas beberapa masalah. Rasulullah lalu bersabda, 'Sedang mendiskusikan apa kalian?' Kami berkata, 'Kami sedang membicarakan hari akhir (kiamat).' Rasulullah lalu bersabda, 'Hari kiamat tidak akan tiba sebelum kalian semua melihat tanda-tandanya sebelum itu.' Rasulullah lalu menyebutkan tanda-tanda kiamat itu berupa asap, Dajjal, binatang melata (daabbah), terbitnya matahari dari sebelah barat, turunnya Isa bin Maryam ke bumi, Ya'juj dan Ma'juj, dan terjadinya gerhana di tiga tempat (satu gerhana di sebelah timur, satu lagi di barat, dan satu lagi tanah Arab), dan akhirnya adalah keluarnya api dari Yaman dan menggiring manusia pada tempat berkumpul mereka .'" (HR Muslim)

(4) Ayat lain yang mengindikasikan kedatangan Yesus (as) adalah sebagai berikut;

(Ingatlah), ketika Malaikat berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putra yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) dari-Nya, namanya Al-Masih Isa putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan akhirat dan salah seorang di antara orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia adalah salah seorang di antara orang-orang yang saleh." Maryam berkata, "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh orang laki-laki pun?"

Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril), "Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya, "jadilah" lalu jadilah dia. Dan Allah akan mengajarkan kepadanya Al-Kitab, hikmah, Taurat dan Injil..." (Surat Ali Imran: 45-48)

Dalam ayat tadi dijelaskan bahwa Allah akan mengajarkan kepada Yesus (Isa) (as) Injil, Taurat dan "Al-Kitab". Tidak diragukan, kata "Kitab" ini adalah penting untuk dipertanyakan. Kita perhatikan ungkapan yang sama dalam surat al-Maa'idah ayat 110:

(Ingatlah) ketika Allah mengatakan, "Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan Ruhul Qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) ketika Aku mengajar kamu Al-Kitab, hikmah, Taurat dan Injil…" (Surat al-Maa'idah: 110)

Ketika kita analis kata "Kitab" dalam kedua ayat di atas, kita pahami bahwa "Kitab" yang dimaksud adalah Al-Qur'an. Apalagi, hanya ada satu kitab yang pasti di muka bumi ini selain Taurat, Zabur dan Injil. Di samping itu, dalam ayat lain dalam Al-Qur'an, selain untuk Taurat dan Injil, kata "Kitab" digunakan untuk mengindikasikan Al-Qur'an.

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi senantiasa berdiri sendiri. Dia menurunkan Al-Kitab kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil, sebelum (Al-Qur'an), menjadi petunjuk bagi manusia dan Dia menurunkan Al-Furqaan.... (Surat Ali Imran: 2-4)

Dalam hal ini, kita pertimbangkan dengan baik bahwa kitab ketiga yang akan diajarkan Yesus (as) adalah Al-Qur'an dan kita dapat mengasumsikan bahwa ini memungkinkan hanya jika dia datang ke bumi. Yesus (as) hidup 600 tahun sebelum diturunkannya Al-Qur'an dan adalah tidak mungkin dia telah mengetahui Al-Qur'an sebelum diturunkannya. Dalam hal ini, bahwa dia akan mempelajari Al-Qur'an selama persinggahannya yang kedua di bumi merupakan suatu keterangan yang masuk akal. Ini juga diterangkan dalam hadits ahad berikut ini:

Abu Hurairah (ra) meriwayatkan bahwa Rasulullah (saw) bersabda, "Demi Zat Yang jiwaku berada di tangan-Nya, putra Maryam benar-benar akan segera turun ke tengah-tengah kamu sebagai hakim yang adil. Dia akan menghancurkan salib dan akan membunuh babi dan akan menghapuskan jizyah. Harta saat itu akan melimpah sehingga tidak ada seorang pun yang akan menerimanya. Sehingga sujud satu kali saja kala itu jauh lebih baik dari dunia dan isinya." (HR Bukhari)

Para ulama dan ilmuwan muslim mengatakan bahwa makna dari hadits tentang tindakannya sebagai seorang hakim/penguasa yang adil ini adalah bahwa dia akan mengambil keputusan sesuai dengan syariat Islam, dengan hukum-hukum dalam kitab Allah, Al-Qur'an dan dengan Sunnah rasul Allah yang terakhir, Muhammad (saw). Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Ada Beberapa Contoh Manusia dalam Al-Qur'an yang Meninggal Dunia dan Kemudian Kembali Lagi ke Bumi Setelah Beratus-ratus Tahun

Seorang manusia yang dihidupkan setelah satu abad

Salah satu dari mereka adalah seorang yang mati selama satu abad. Ini diterangkan dalam surat al-Baqarah:

Atau apakah kamu tidak memperhatikan orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata, "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya, "Berapa lama kamu tinggal di sini?" Ia menjawab, "Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari." Allah berfirman, "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minuman yang belum lagi berubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging." Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) dia pun berkata, "Saya yakin bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu." (Surat al-Baqarah: 259)

Dalam ayat-ayat yang terdapat dalam pembahasan awal, ada penyebutan fakta bahwa Yesus (as) tidak wafat, tetapi "ditarik jiwanya", sedangkan pada ayat di atas, orang tersebut benar-benar meninggal. Konsekuensinya, seorang yang telah meninggal dapat hidup kembali atas seizin Allah. Ini secara eksplisit diterangkan dalam Al-Qur'an.

Ashhabul Kahfi terbangun setelah beratus tahun

Contoh lainnya diterangkan dalam kisah Ashhabul Kahfi yang terdapat pada surat al-Kahfi. Allah menerangkan kisah para pemuda yang mengasingkan diri dari penguasa tiran yang kejam pada masanya dalam sebuah gua. Diterangkan bahwa mereka tidur dan dibangunkan kembali setelah beratus tahun lamanya tertidur. Ayat berikut menerangkan,

(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdo'a, "Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami ini." Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu. (Surat al-Kahfi: 10-11)

Dan kamu mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; dan Kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka membentangkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka.

Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka, "Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini)?" Mereka menjawab,"Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari." Berkata (yang lain lagi), "Tuhan kamu lebih mengetahui beberapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendakah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun." (Surat al-Kahfi: 18-19)

Al-Qur'an tidak menerangkan secara pasti berapa lama para pemuda tersebut tinggal di dalam gua, tetapi lamanya waktu yang dihabiskan tersirat dengan pernyataan "beberapa tahun". Akan tetapi, orang-orang mengira waktunya kurang lebih 309 tahun. Allah berfirman:

Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus dan ditambah sembilan tahun (lagi).

Katakanlah: "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nyalah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain dari-Nya; dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan." (Surat al-Kahfi: 25-26)

Tentu, yang menjadi masalah di sini adalah bukan panjang-pendeknya periode ini. Masalahnya adalah Allah menarik jiwa manusia, baik dengan menjadikan mereka tertidur maupun dengan mewafatkan mereka, dari kehidupan ini dalam waktu yang telah ditentukan dan kemudian membangkitkan mereka kembali. Seperti orang yang terbangun dari mimpi, Allah memberikan kehidupan lagi bagi mereka. Yesus (as) adalah salah satu dari mereka dan - seiring dengan waktu - dia akan hidup kembali di dunia ini. Setelah memenuhi kewajibannya, dia akan wafat seperti manusia lainnya sesuai dengan firman-Nya: "Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan." (Surat al-A’raaf: 25)


Sumber : http://www.harunyahya.com/indo/buku/yesusakankembali05.htm

07 Maret 2009

Sejarah Marga Syahab

Yang pertama kali dijuluki (digelari) “Al-Bin Syahab” adalah Waliyyullah Syihabuddin bin Abdurrahman bin Ali bin Abibakar Assakran bin Abdurrahman Asseggaf .

Beliau lebih tersohor dengan gelar “Ahmad Syahabuddin Al- Akbar “.

So’al gelar yang disandangnya belum ada fatwa kepastiannya ; hanya ada dugaan kemungkinan karena hal berikut : Bahwa akhir zaman kerajaan Abbasiyyah dan permulaan zaman kerajaan Utsmaniyyah ; sedang musim-musimnya istilah penambahan didepah nama seseorang dengan sesuatu gelar sebagai cara untuk pemujian (pemujaan) yang sangat berlebih-lebihan, gelar yang dimaksud misalnya seseorang.yarig bernama :

Muhammad - digelari Syamsuddin; Abdullah - digelari Afifuddin;
Ahmad - digelari Syahabuddin; AbdulQadir- digelari Muhyiddin;
Ali - digelari Nuruddin; Abdurrahman - digelari Wajihuddin dan lain sebagainya.

Maka kemungkinan karena Ahmad Al-Akbar bin Abdurrahman bin Ali bin Abibakar Assakran adalah seorang Waliyyullah yang sangat tersohor pada zaman itu maka Beliau digelari “Ahmad Syahabuddin Al-Akbar“. Begitu pula terhadap gelar yang disandang oleh cucu Beliau yang kebetulan pula bernama Waliyyullah Ahmad digelari juga dengan “Ahmad AI-Syahabuddin AI-Ash’ghor”, yang merupakan Leluhur seluruh Al-Bin Syahab terutama yang kebanyakan berada di Indonesia ; kecuali golongan Al-Bin Syahab Al-Hadi , seperti yang akan dijelaskan dibawah ini. Wallahu A’lamu Bissawab..!

Waliyyullah Syahabuddin Al-Akbar dilahirkan di kota Tarim (Hadramaut). Dikaruniai 3 orang anak lelaki yang melanjutkan keturunannya, masing-masing adalah :

  1. Muhammad AI-Hadi , menuniokad kdurmun Al-Bin Syahab Al-Hadi Kedua cucunya ; yang bemama :
    1. Ali bin Idrus bin Muhammad Al-Hadi, keturunannya hanya berada di Palembang, Jakarta dan di Pekalongan.
    2. Syihabuddin bin Idrus bin Muhammad Al-Hadi , keturunannya hanya berada di Malaysia dan di Singapura.
  2. Umar , diantara - keturunannya disebut Al-Syahab AI-Mahjub. (di Indonesia berada di Palembang )
  3. Abdurrahman Al-Qadi bin Syahabuddin AI-Akbar , dikarunia 2 orang anak lelaki,masing-masing bernama :
    1. Muhammad Hadi bin Abdurrahman Al-Qadi, keturunannya disebut “Al-Hadi”.
    2. Syahabuddin bin Abdurrahman Al-Qadi , yang lebih tershohor dengan nama Ahmad Syahabuddin Al-Ash’ghor, anak cucurrya menurunkan keturunan Al-Bin Syahab yang terbanyak sekali di Indonesia ; diantaranya yang disebut dengan Al-Bin Syahab : Al-Bin Husein; Al-Bin Idrus; Al-Bin Zain.

Waliyyullah Ahmad Syahabuddin Al-Ash’ghor (yang pulang ke Rahmatullah di kota Tarim pada tahun 1036) selain anak-cucunya mcnurunkan Leluhur Al-Bin Syahab seperti termaktub diatas, Juga menurunkan keturunan Leluhur “Al-Masyhur ” dan Leluhur ” Al-Zahir “.

Waliyyullah Ahmad Syahabuddin Al-Akbar pulang ke Rahmatullah di kota Tarim pada tahun 946 Hijriyyah.

Semoga Allah SWT memasukkan Beliau Beliau ke dalam Surga dan menghimpunkannya bersama-sama para Nabi, para Syuhada, para Auliya dan para Sholihin. Amin !.

Kitab Talmud / Mishnah

Talmud adalah kitab terpenting bagi kaum Qabalis Yahudi bahkan melebihi kitab Taurat. Terpenting bukan saja sebagai sumber penetapan hukum agama, melainkan menjadi ideologi serta arahan bagi penyusunan kebijakan negara dan pemerintahan Yahudi Israel. Itulah sebabnya Yahudi Israel disebut sebagai negara yang rasis, chauvanistik, theokratik, konservatif dan dogmatik.
Di kalangan Yahudi, Talmud diklaim sebagai ajaran Nabi Musa yang disampaikan secara lisan, bukan yang tertulis dalam Taurat. Ketika Nabi Isa diutus, beliau mengutuk tradisi ‘mishnah’ dan ajaran-ajaran yang menyimpang dari Taurat. Berikut ini adalah sejumlah contoh ajaran yang menyimpang dari kebenaran wahyu samawi, saya kutip dari buku Z.A. Maulani, Zionisme: Gerakan Menaklukkan Dunia:

  1. Ketaatan mutlak kepada para rabbi sebagai pemegang otoritas tafsir Talmud. “Barangsiapa tidak taat kepada rabbi mereka akan dihukum dengan cara dijerang dalam kotoran manusia yang mendidih di neraka”. Erubin 2b.
  2. Boleh melakukan kejahatan asal tidak dikenali sebagai Yahudi. “Bilamana seorang Yahudi tergoda untuk melakukan kejahatan (zina[?]), maka hendaklah ia pergi ke suatu kota di mana ia tidak dikenal orang, dan lakukanlah kejahatan itu di sana”. Moed Kattan 17a.
  3. Menganiaya orang Yahudi dianggap kafir dan pelakunya harus dibunuh, tapi tidak sebaliknya. “Jika seorang kafir menganiaya orang Yahudi, maka dia harus dibunuh”. Sanhedrin 58b.
  4. Orang Non-Yahudi adalah budak pekerja sukarela. “Seorang Yahudi tidak wajib membayar upah kepada orang kafir yang bekerja kepadanya”. Sanhedrin 57a.
  5. Di mata hukum, orang Yahudi memiliki kedudukan lebih tinggi dari pada Non-Yahudi. “Jika lembu seorang yahudi melukai lembu orang Kan’an, tidak perlu ada ganti rugi. Jika lembu orang Kan’an melukai lembu orang Yahudi, maka orang itu wajib membayar ganti rugi sepenuh-penuhnya”. Baba Kamma 37b.
  6. Harta benda milik orang Non-Yahudi adalah hak milik yang halal bagi orang Yahudi. “Tuhan tidak mengampuni orang yahudi yang mengawinkan anak perempuannya kepada orang tua, atau memungut menantu bagi anak laki-lakinya yang masih bayi, atau mengembalikan barang hilang milik orang Cuthea (kafir, bukan Yahudi)”. Sanhedrin 57a.
  7. Mencuri dan membunuh orang Non-Yahudi adalah halal. “jika seorang Yahudi membunuh seorang Cuthea, tidak ada hukuman mati. Apa yang dicuri oleh seorang Yahudi boleh dimilikinya”. Sanhedrin 57a. “Kaum kafir adalah di luar perlindungan hukum dan Tuhan membukakan uang mereka untuk Bani Israel”. Baba Kamma 37b.
  8. Segala tipu daya untuk kepentingan Yahudi adalah halal. “Orang Yahudi boleh berdusta untuk menipu orang kafir”. Baba Kamma 113a.
  9. Bangsa Non-Yahudi adalah najis dan setara dengan binatang. “Semua anak keturunan orang kafir (bukan Yahaudi) tergolong sama dengan binatang”. Yabamoth 98a. “Anak perempuan orang kafir (bukan Yahudi) sama dengan ‘niddah’ (najis) sejak lahir”. Abodah Zarah 36b. “Orang kafir (bukan Yahudi) lebih suka berhubungan seks dengan lembu”. Abodah Zarah 22a-22b.
  10. Bangsa Yahudi adalah manusia pilihan sedang Non Yahudi adalah sampah yang mesti dimusnahkan. “Engkau disebut manusia (Adam), tetapi ‘goyim’ tidak disebut sebagai manusia”. Ezekiel 34:31. “Inilah kata-kata dari Rabbi Simeon ben Yohai, ‘Tob shebe goyim harog’ (Bahkan goyim yang baik sekalipun seluruhnya harus dibunuh)”. Perjanjian Kecil, Soferim 15, Kaedah 10.

Orang Yahudi menyebut Non-Yahudi dengan banyak istilah, yang paling sering adalah: “kafir”, “cuthea” dan “goyim”. Ini mengingatkan saya pada sindiran-sindiran tajam JK. Rowling dalam serial Harpot (Harry Potter) yang menggambarkan Zionis Israel sebagai Lord Voldemort dan pengikutnya sebagai kelas penyihir Salazar Slytherin yang berdarah murni dengan lambang ular, dan di pihak lain digambarkan sebagai muggle (penyihir berdarah campuran). Dan di film The Lord of The Rings disindir dengan sebutan hobbit dan pemujaan pada Lucifer lebih gamblang divisualkan dalam “Sang Mata”.

Masih sederetan panjang ajaran-ajaran selain yang telah saya kutipkan di atas yang membuat kita mafhum mengapa sepak terjang kekejaman pembantaian Zionis Israel demikian brutal. Di Purim, 25 Februari 1994, seorang perwira AD Israel, Baruch Goldstein (Yahudi Orthodoks dari Brooklyn) membantai + 40 orang muslim termasuk anak-anak tatkala mereka sedang berjamaah di masjid. Goldstein adalah pengikut mendiang Rabbi Mesir, Kahane, yang menyatakan secara terang-terangan kepada kantor berita CBS News bahwa ajaran yang dianutnya menyatakan orang-orang Arab itu tidak lebih dari pada anjing sesuai ajaran Talmud.

Ehud Sprinzak, profesor di Universitas Jerusalem, menjelaskan tentang falsafah Kahane dan Goldstein, “Mereka percaya adalah telah menjadi iradat Tuhan, bahwa mereka diwajibkan untuk melakukan kekerasan terhadap ‘goyim’, sebuah istilah Yahudi untuk orang-orang Non-Yahudi”.

Sumber :www.shodiqielhafily.wordpress.com oleh Shodiqiel Hafily

Sekelumit Tentang Habaib di Palembang

Habaib adalah suatu bentuk jamak dari kata tunggal "Habib" dimana gelaran ini digunakan untuk merujuk kepada seorang yang mempunyai garis keturunan sampai kepada Nabi Muhammad SAW melalui anaknya Sayyidatuna Fathimah Al Bathul radhiallahu anha dan dispesifikkan lagi gelaran ini diberikan kepada anak cucu Sayyid Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad AlMuhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad bin Ali al 'Uraidi bin Jakfar Al Shaddiq bin Muhammad Al-Bagir bin 'Ali Zainal Abidin bin Hussein Putra 'Ali bin Abi Thalib dan Putra Sayyidatuna Fathimah binti Muhammad SAW. Selain Habib, gelar umum yang digunakan oleh para Zurriat Rasul SAW adalah Sayyid.
Palembang memiliki hubungan yang erat dengan para Sayyid. ini diawali dengan kedatangan para Sayyid dari negeri mereka di Hadhramauth, Yaman. dengan membawa misi dakwah ataupun perdagangan. mereka datang dengan damai dan juga disambut baik oleh warga. lama kelamaan para Sayyid mulai menetap di pinggiran kota Palembang dengan membawa anak istri mereka ataupun mereka juga ada yang menikah dengan penduduk setempat.
Hubungan mereka dengan keraton kesultanan Palembang pun sangat erat, ini dapat kita lihat dari beberapa Habaib yang menjadi menantu Sulthan dan menjadi penasehat sulthan salah satunya adalah 'Pangeran Syarif Ali bin Syeikh Abu Bakar'.
Pada masa perlawanan dengan penjajahpun para Habaib Palembang sangat berperan penting salah satu contohnya adalah ketika pengepungan di daerah depan Pulau kemaro yang mereka jadikan benteng untuk melawan pemerintah penjajah Naderlandsch Indie.
Pada masa dapat dilihat bahwa para Habaib masih memegang peranan mereka dibidang keagamaan, hal ini dapat kita lihat pada Majelis-Majelis Taklim yang rutin mereka gelar di Kampung-kampung mereka.
Palembang merupakan kota yang memiliki komunitas Sayyid terbesar kedua didunia setelah Hadhramauth. khususnya dipinggiran sungai musi tempat mereka bermukim dapat kita lihat perkampungan - perkampungan mereka salah satunya adalah Kampung Al-Munawwar di 13 Ulu yang sudah cukup terkenal.

17 Januari 2009

SEJARAH YAHUDI

Seperti telah ditunjukkan di awal, semua tanah Palestina, khususnya Yerusalem, adalah suci untuk orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Muslim. Alasannya adalah karena sebagian besar nabi-nabi Allah yang diutus untuk memperingatkan manusia menghabiskan sebagian atau seluruh kehidupannya di tanah ini.
Menurut studi sejarah yang didasarkan atas penggalian arkeologi dan lembaran-lembaran kitab suci, Nabi Ibrahim, putranya, dan sejumlah kecil manusia yang mengikutinya pertama kali pindah ke Palestina, yang dikenal kemudian sebagai Kanaan, pada abad kesembilan belas sebelum Masehi. Tafsir Al-Qur'an menunjukkan bahwa Ibrahim (Abraham) AS, diperkirakan tinggal di daerah Palestina yang dikenal saat ini sebagai Al-Khalil (Hebron), tinggal di sana bersama Nabi Luth (Lot). Al-Qur'an menyebutkan perpindahan ini sebagai berikut:
Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim", mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi. Dan Kami seIamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia. (Qur'an, 21:69-71)
Daerah ini, yang digambarkan sebagai “tanah yang telah Kami berkati,” diterangkan dalam berbagai keterangan Al-Qur'an yang mengacu kepada tanah Palestina.
Sebelum Ibrahim AS, bangsa Kanaan (Palestina) tadinya adalah penyembah berhala. Ibrahim meyakinkan mereka untuk meninggalkan kekafirannya dan mengakui satu Tuhan. Menurut sumber-sumber sejarah, beliau mendirikan rumah untuk istrinya Hajar dan putranya Isma’il (Ishmael) di Mekah dan sekitarnya, sementara istrinya yang lain Sarah, dan putra keduanya Ishaq (Isaac) tetap di Kanaan. Seperti itu pulalah, Al-Qur'an menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim mendirikan rumah untuk beberapa putranya di sekitar Baitul Haram, yang menurut penjelasan Al-Qur'an bertempat di lembah Mekah.
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (Qur'an, 14:37)
Akan tetapi, putra Ishaq Ya’kub (Jacob) pindah ke Mesir selama putranya Yusuf (Joseph) diberi tugas kenegaraan. (Putra-putra Ya’kub juga dikenang sebagai “Bani Israil.”) Setelah dibebaskannya Yusuf dari penjara dan penunjukan dirinya sebagai kepala bendahara Mesir, Bani Israel hidup dengan damai dan aman di Mesir.
Suatu kali, keadaan mereka berubah setelah berlalunya waktu, dan Firaun memperlakukan mereka dengan kekejaman yang dahsyat. Allah menjadikan Musa (Moses) nabi-Nya selama masa itu, dan memerintahkannya untuk membawa mereka keluar dari Mesir. Ia pergi ke Firaun, memintanya untuk meninggalkan keyakinan kafirnya dan menyerahkan diri kepada Allah, dan membebaskan Bani Israil yang disebut juga orang-orang Israel. Namun Firaun seorang tiran yang kejam dan bengis. Ia memperbudak Bani Israil, mempekerjakan mereka hingga hampir mati, dan kemudian memerintahkan dibunuhnya anak-anak lelaki. Meneruskan kekejamannya, ia memberi tanggapan penuh kebencian kepada Musa. Untuk mencegah pengikut-pengikutnya, yang sebenarnya adalah tukang-tukang sihirnya dari mempercayai Musa, ia mengancam memenggal tangan dan kakinya secara bersilangan.
Meskipun Firaun menolak permintaannya, Musa AS dan kaumnya meninggalkan Mesir, dengan pertolongan mukjizat Allah, sekitar tahun 1250 SM. Mereka tinggal di Semenanjung Sinai dan timur Kanaan. Dalam Al-Qur'an, Musa memerintahkan Bani Israil untuk memasuki Kanaan:
Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. (Qur'an, 5:21)
Setelah Musa AS, bangsa Israel tetap berdiam di Kanaan (Palestina). Menurut ahli sejarah, Daud (David) menjadi raja Israel dan membangun sebuah kerajaan berpengaruh. Selama pemerintahan putranya Sulaiman (Solomon), batas-batas Israel diperluas dari Sungai Nil di selatan hingga sungai Eufrat di negara Siria sekarang di utara. Ini adalah sebuah masa gemilang bagi kerajaan Israel dalam banyak bidang, terutama arsitektur. Di Yerusalem, Sulaiman membangun sebuah istana dan biara yang luar biasa. Setelah wafatnya, Allah mengutus banyak lagi nabi kepada Bani Israil meskipun dalam banyak hal mereka tidak mendengarkan mereka dan mengkhianati Allah.
Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mu'min dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Qur'an, 48:26)
Karena kemerosotan akhlaknya, kerajaan Israel mulai memudar dan ditempati oleh berbagai orang-orang penyembah berhala, dan bangsa Israel, yang juga dikenal sebagai Yahudi pada saat itu, diperbudak kembali. Ketika Palestina dikuasai oleh Kerajaaan Romawi, Nabi ‘Isa (Jesus) AS datang dan sekali lagi mengajak Bani Israel untuk meninggalkan kesombongannya, takhayulnya, dan pengkhianatannya, dan hidup menurut agama Allah. Sangat sedikit orang Yahudi yang meyakininya; sebagian besar Bani Israel mengingkarinya. Dan, seperti disebutkan Al-Qur'an, mereka itu yang: ": telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan 'Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. (Al-Qur'an, 5:78) Setelah berlalunya waktu, Allah mempertemukan orang-orang Yahudi dengan bangsa Romawi, yang mengusir mereka semua keluar dari Palestina.
Tujuan penjelasan yang panjang lebar ini adalah untuk menunjukkan bahwa pendapat dasar Zionis bahwa “Palestina adalah tanah Allah yang dijanjikan untuk orang-orang Yahudi” tidaklah benar. Pokok permasalahan ini akan dibahas secara lebih rinci dalam bab tentang Zionisme.
Zionisme menerjemahkan pandangan tentang “orang-orang terpilih” dan “tanah terjanji” dari sudut pandang kebangsaannya. Menurut pernyataan ini, setiap orang yang berasal dari Yahudi itu “terpilih” dan memiliki “tanah terjanji.” Padahal, ras tidak ada nilainya dalam pandangan Allah, karena yang penting adalah ketakwaan dan keimanan seseorang. Dalam pandangan Allah, orang-orang terpilih adalah orang-orang yang tetap mengikuti agama Ibrahim, tanpa memandang rasnya.
Al-Qur'an juga menekankan kenyataan ini. Allah menyatakan bahwa warisan Ibrahim bukanlah orang-orang Yahudi yang bangga sebagai “anak-anak Ibrahim,” melainkan orang-orang Islam yang hidup menurut agama ini:
Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman. (Qur'an, 3:68)

Sumber : Buku Harun Yahya 2004
Tulisan yang dibawah diambil dari blog sdr. Armansyah

ISLAM DI PALEMBANG

Assalamu'alaykum Wr. Wb.
Mungkin ada diantara kita yang merasa jemu dengan beragam perdiskusian dan perdebatan antar agama, antar madzhab dan sebagainya, sekedar untuk bacaan ringan, berikut saya coba gulirkan satu tulisan epik, mengenai sejarah masuknya Islam di Sumatera bagian Selatan, khususnya yang berhubungan langsung dengan Palembang, tanah kelahiran saya.
Diambil dari buku "Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan sekitarnya" oleh Drg. H. Muhammad Syamsu As. terbitan PT. Lentera Basritama 1996 M.
Semoga dengan hadirnya posting ini, semakin menambah wawasan kebangsaan dan keberagamaan kita, sehingga diharapkan tidak hanya sekedar ikut-ikutan didalam berpahaman sebagaimana yang diajarkan sejak kecil dibangku SD.
Kata Pengantar
Sudah sejak lama "diyakini" bahwa Islam masuk ke Indonesia lewat tangan orang-orang Gujarat dari India dan orang Persia. Dijaman penulis masih bersekolah di SD, SMP dan SMA, anggapan umum yang muncul adalah seperti itu. Buku-buku sejarah Indonesia yang menjadi bahan bacaan kala itu, semuanya mendukung teori tersebut, bahwa pembawa Islam ke Indonesia adalah orang Gujarat dan orang Persia.
Pada saat yang sama, kita mengetahui bahwa diberbagai wilayah negeri ini terdapat sebagian penduduk yang berketurunan Arab yang nota-bene beragama Islam. Darimana mereka ini ?
Tentu saja, berarti dahulu terdapat sejumlah orang Arab yang berhijrah kesini. Dan mereka ini adalah Muslim semua. Lalu, apakah mereka saat itu tidak menyebarkan Islam ? Jika memang tidak, berarti orang Arab yang datang ke Indonesia kala itu hanya bertujuan untuk berdagang. Padahal dalam sejarahnya, bangsa Arab selalu membarengi perjalanan dagangnya dengan aktivitas dakwah. Mungkinkah Indonesia terkecualikan dari kebiasaan ini ? Inilah yang menjadi pertanyaan penulis.
Belakangan umat Islam Indonesia beberapa kali mengadakan seminar tentang masuknya Islam di Indonesia, yaitu di Medan (1963), di Minangkabau (1969), di Riau (1975), di Aceh (1978-1980) dan terakhir di Palembang (1984).
Ternyata, kesimpulan semua seminar tersebut sama, yaitu bahwa Islam masuk di Indonesia secara langsung dari negeri Arab, bukan melalui tangan kedua, dan ini sudah terjadi pada Abad pertama Hijriah.
A. Islam masuk di Sumatera Bagian Selatan
Ahmad Mansur Suryanegara, dalam makalahnya yang berjudul "Masuknya Agama Islam ke Sumatera Selatan" [1] menulis yang dapat penulis simpulkan garis besarnya sebagai berikut :
1. Berdasarkan pada besarnya pengaruh kekuasaan politik Islam dimasa itu, yaitu :
- Khulafaur Rasyidin 632-661 Masehi - Dinasti Umayyah 661-750 Masehi - Dinasti Abbasiyah 750-1268 Masehi - Dinasti Umayyah di Spanyol 757-1492 Masehi - Dinasti Fatimah di Mesir 919-1171 Masehi
2. Penguasaan jalan laut perdagangan oleh bangsa Arab jauh lebih maju dari bangsa Barat. Saat itu bangsa Arab telah menguasai perjalanan laut dari Samudra India yang mereka namakan Samudra Persia kala itu. Sejak pra Islam, maka Teluk Persia dengan pelabuhan Siraf dan Basra sebagai pusat perdagangan antara negara Arab, Persia, Cina dan negara Afrika.
Sekitar abad ke-10 Masehi, navigasi perdagangannya sampai ke Korea dan Jepang. Dalam perjalanan perdagangan dengan Cina, Korea, Jepang, ditengah perjalanan di Selat Malaka mengadakan hubungan dagang dengan Zabaj (Sriwijaya).
Seluruh kapal perdagangan yang melewati Selat Malaka singgah untuk mengambil air minum perbekalan lainnya. Beberapa pelabuhan pantai penting artinya bagi pelabuhan perbekalan. Begitulah Sriwijaya menguasai kota-kota pesisir seperti : Lampung, Jambi, Semenanjung Malaka, Tanah Genting Kra, bahkan Srilanka pernah dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-11.
3. Islam masuk didaerah Sriwijaya dapatlah dipastikan pada abad ke-7. Ini mengingat buku sejarah Cina yang menyebutkan bahwa Dinasti T'ang yang memberitakannya utusan Tache (sebutan untuk orang Arab) ke Kalingga pada tahun 674 Masehi. Karena Sriwijaya sering dikunjungi pedagang Arab dalam jalur pelayaran, maka Islam saat itu merupakan proses awal Islamisasi atau permulaan perkenalan dengan Islam.
Apalagi jika di-ingat berita Cina dijaman T'ang tersebut telah ada kampung Arab Muslim di Pantai Barat Sumatera pada tahun 674 Masehi. Seperti halnya di Jawa adanya Makam Islam yang berangka tahun 1082 Masehi, demikian pula di Champa pada tahun 1039 Masehi. Makam-makam ini sudah ada sebelum kekuasaan Islam ada, artinya masih dalam kekuasaan non-Islam kala itu.
4. Seperti dikisahkan oleh penulis Arab yaitu Ibnu Rusta (900 M), Sulaiman (850 M) dan Abu Zaid (950 M), maka hubungan dagang antara Khalifah Abbasiyah (750 M - 1268 M) dengan kerajaan Sriwijaya tetap berlangsung.
Khusus untuk kawasan Sumatera Selatan, masuknya Islam selain oleh Bangsa Arab pedagang utusan dari Dinasti Umayyah (661 - 750 M) dan Dinasti Abbasiyah (750 - 1268 M) juga pedagang Sriwijaya sendiri berlayar kenegara-negara Timur Tengah.
Selanjutnya Ahmad Mansur Suryanegara [1] menulis bahwa sebenarnya kalau membicarakan masuknya agama Islam ke Indonesia atau ke Sumatera Selatan dengan sengaja meniadakan peranan bangsa Arab, maka perlu dipertanyakan lebih lanjut hasil interprestasi sejarahnya. Perlu dipertanyakan apakah penulisnya membedakan antara pengertian masuknya Islam dengan telah berkembangnya Islam ?
Drs. M. Dien Majid dalam makalahnya berjudul "Selintas Tentang Keberadaan Islam dibumi Sriwijaya" [2] menulis :
Arya Damar, seorang Adipati kerajaan Majapahit di Palembang, secara sembunyi-sembunyi telah memeluk agama Islam, karena diajari oleh Raden Rachmat (Sunan Ampel) ketika singgah di Palembang dari Champa yang akan meneruskan perjalanannya kekerajaan Majapahit. Kemudian Arya Damar ini yang akhirnya dikenal dengan nama Arya Dillah atau Abdullah, berguru dengan Sunan Ampel di Ampel Denta ketika beliau sudah menetap disini. Dan ketika Arya Damar kembali ke Palembang, ia selalu mengadakan hubungan dengan ulama-ulama Arab yang bermukim di Palembang.
Dr. Taufik Abdullah dalam makalahnya yang berjudul "Beberapa aspek perkembangan Islam di Sumatera Selatan" [3] menulis :
Van Senenhoven pada tahun 1822 Masehi membawa 55 manuskrip Arab dan Melayu yang ditulis sangat indah serta dijilid rapi yang merupakan kepunyaan Sultan Mahmud Badaruddin. Raden Patah yang menurut tradisi historis adalah anak raja Majapahit, Prabu Brawijaya dengan puteri Cina, dilahirkan dan berguru di Palembang.
Maka setidaknya sejak akhir abad ke-16 Palembang merupakan salah satu "enclave" Islam terpenting atau bahkan Pusat Islam dibagian Selatan Pulau Emas ini. Hal ini bukan saja karena reputasinya sebagai pusat perdagangan yang banyak dikunjungi oleh pedagang Arab Islam pada abad-abad kejayaan Kerajaan Sriwijaya, tetapi juga dibantu oleh kebesaran Malaka yang tidak pernah melepaskan keterikatannya dengan Palembang sebagai tanah asal.
Kejadian ini berarti peng-Islaman Palembang telah lebih lama daripada Minangkabau atau pedalaman Jawa, bahkan jauh lebih dahulu dari Sulawesi Selatan (kerajaan Gowa dan kerajaan Laikang).
Diceritakan dalam buku sejarah "Sulu Mindanau" bahwa seorang Syarif yang bernama Syarif Abubakar yang berasal dari Palembang, telah menyebarkan Islam ke Sulu dan Mindanau, yang kemudian kawin dengan puteri setempat bernama Paramisuri.
Menurut H. Rusdy Cosim B.A. dalam makalahnya yang berjudul "Sejarah Kerajaan Palembang dan Perkembangan Hukum Islam" [4] mengemukakan :
Menukil kisah pelayaran Sulaiman didalam bukunya Akhbar As Sind Wal Hino yang diterjemahkan oleh R. Ramaudot, terbitan London 1733 Masehi, dinyatakan bahwa : "Seribuza (Sriwijaya) telah dikunjungi oleh orang-orang Arab Muslim, bahkan diantara mereka ini disamping mengadakan hubungan dagang juga menyebarkan ajaran Islam kepada penduduk dan malah ada yang akhirnya menetap serta kawin dengan wanita setempat."
Ini memberi keyakinan kepada kita bahwa dengan kutipan diatas bahwa agama Islam telah masuk didaerah Sumatera Selatan pada masa kekuasaan Dapunta Hyang Sriwijaya.
Selanjutnya Rusdi Cosim B.A. juga menulis : Dimasa Sultan Muhammad Mansur, mencatat nama ulama besar yaitu Sayid Jamaluddin Agung bin Ahmad bin Abdul Malik bin Alwi bin Muhammad yang lebih terkenal dengan sebutan Tuan Fakih Jalaluddin yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam didaerah Komering Ilir dan Komering Ulu bersama-sama dengan ulama lainnya yaitu Sayid al-Idrus yang sekaligus merupakan nenek moyang masyarakat dusun Adumanis.
Disamping itu ada pula ulama-ulama dijaman Kesultanan, diantaranya : 1. Kyai Haji Kemas Abdul Somad (K.H.K. Abdul Somad Falembani) 2. Kyai Haji Masagus Abdul Hamid bin Masagus Mahmud (Kyai Marogan) dll.
Masuk dan berkembangnya agama Islam dibawa langsung oleh orang Arab Muslim, terutama akibat pertentangan antara kelompok Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah dengan kelompok Alawiyin.
Disamping itu ada juga ulama-ulama dari Iran dan India, tetapi tidak mungkin mengatasi pengaruh Arab, baik dari segi jumlah maupun kualitasnya.
Menurut Salmad Aly didalam makalahnya yang berjudul "Sejarah Kesultanan Palembang" [5] menulis:
Pada waktu Gede Ing Suro mendirikan Kesultanan Palembang, agama Islam telah lama ada dikawasan ini. Islam masuk Palembang kira-kira pada tahun 1440 M., dibawa oleh Raden Rachmat (Sunan Ampel). Pada waktu itu Palembang berada dibawah kepemimpinan Arya Damar dan merupakan bagian dari Kerajaan Majapahit.
Mengenai Raden Rachmat ini, diceritakan oleh Arnold sebagai berikut : "Salah seorang puteri raja Campa, sebuah negara kecil di Kamboja, di Timur Teluk Siam, kawin dengan seorang Arab yang datang ke Campa untuk tugas dakwah Islam. Dari perkawinan ini lahir Raden Rachmat yang diasuh dan dididik oleh ayahnya menjadi seorang Islam sejati."
Selanjutnya, Kyai Gede Ing Suro ini, menurut Faile, adalah turunan Panembahan Palembang dan istrinya asal dari keluarga Sunan Ampel, ia adalah dari garis keturunan Panembahan Parwata, Pangeran Kediri dan Pangeran Surabaya.
Sementara dari sumber-sumber Palembang, diperoleh keterangan bahwa ia adalah putera Sideng Laut, salah seorang turunan Pangeran Surabaya. Dia masih memiliki hubungan silsilah dengan Sayidina Husein, putera dari Ali bin Abu Thalib, sepupu dan menantu langsung dari Nabi Muhammad Saw dari puteri kandung beliau Fatimah az-Zahra.
Salah seorang cucu Sayidina Husein merantau ke Campa, memperistrikan salah seorang puteri Campa yang kemudian melahirkan Maulana Ishaq dan Maulana Ibrahim.
Orang-orang Arab pada masa ini terdaftar sekitar 500 Jiwa yang kebanyakan tinggal ditepi sungai Musi, diantara mereka ada yang mendapat gelar dari Sultan, seperti Pangeran Umar. Mereka sering membantu Sultan ketika dibutuhkan.
Pada waktu Belanda menyerang Palembang tahun 1821 Masehi (dimasa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II yang akhirnya diasingkan ke Ternate), benteng Sultan dikepulauan Kemaro dan Plaju dipertahankan oleh orang-orang Arab. Hampir semua meriam dikedua benteng ini dipegang oleh orang-orang Arab.
Drs. Barmawie Umary didalam makalahnya "Masuknya Islam didaerah Ogan Komering Ulu dan Komering Ilir" [6] menulis :
Ada tiga orang ulama yang paling berpengaruh didaerah Komering Ulu dan Komering Ilir : 1. Tuan Umar Baginda Saleh/Said Umar Baginda Sari/Raden Amar/Ratu Panembahan. 2. Tuan Tanjung Darus (Idrus) Salam 3. Tuan Dipulau/Said Hamimul Hamiem.
Ketiganya dikenal dengan populer oleh masyarakat sebagai Waliullah pembawa agama Islam. Keturunan seorang putera yaitu Raja Montik berputera Kyai Djaruan berputera Tuan Penghulu I berputera Tuan Ketip Kulipah I berputera Tuan Ketip Kulipah II yang berputera 2 orang; yaitu Tuan Penghulu II dan adiknya adalah Tuan Labai/Kyai Labai Djamal.
Dan yang membantu Tuan Umar Baginda Saleh/Said Umar Baginda Sari dalam menyiarkan Islam didaerah ini adalah Tuan Raja Setan, Tuan Teraja Nyawa, Said Makhdum, Mataro Sungging, Rio Kenten Bakau, Usang Puno Rajo, Usang Pulau Karam, Usang Dukunb dan Kaharuddin Usang Lebih Baru Ketian.
Makam Tuan Umar Baginda Saleh/Said Umar Baginda Sari adalah disebuah pulau diseberang dusun Tanjung Atap dan Pulau ini termasyur dengan sebutan "Pulau Sayid Umar Baginda Sari."
Agama Islam mulai masuk dan disyiarkan didaerah Marga Madang Suku I oleh Tuan Umar Baginda Saleh, yaitu putera tertua dari Sunan Gunung Jati Cirebon (Syarif Hidayatullah), jadi kakak dari Sultan Hasanuddin Banten. Masuk didaerah ini sekitar tahun 1575-1600 M dan yang bertempat tinggal didusun Mandayun, sesudah itu menyiarkan agama Islam didaerah Tanjung Atap Ogan Komering Ilir sampai wafatnya.
Didaerah marga Semendawai Suku III, penyiar agama Islam adalah Tuan Tanjung Idrus Salam atau disebut juga Sayid Ahmad dengan mengambil tempat kedudukan dusun Adumanis. Ulama didaerah Semendawai Suku II dan Suku I sekitar tahun 1600 M adalah Tuan Dipulau atau Sayid Hamimul Hamiem dengan mengambil didusun Negara Sakti.
Dimarga Bengkulah, pembawa dan penyiar Islam adalah Moyang Tuan Syarif Ali dan Tuan Murarob yang berasal dari Banten dan dibantu oleh Tuan Tanjung Idrus Salam.